Jun 18, 2010

kemiskinan:siapa yang harus disalahkan?

Sangat sering kita menyalahkan orang miskin atas kemiskinan yang mereka alami, walaupun tidak sedikit dari kita yang merasa kasihan. Sayangnya hanya sebatas itu tanggapan kita: 'makanya jadi orang jangan malas', 'kasihan orang itu, tiap hari harus mengemis untuk makan'. Pernahkah kita betul - betul berpikir mengapa mereka miskin? atau lebih jauh apa yang harus saya lakukan untuk membantu mereka keluar dari kemiskinan itu.

Berdasarkan berbagai standar yang digunakan, mulai dari PDRB per kapita hingga pada 14 indikator yang digunakan sebagai standar kemiskinan di indonesia saat ini, tingkat kemiskinan di Indonesia masih sangat tinggi. Penyebabnya? Tidak hanya satu atau alasan bahwa mereka miskin karena malas. Jeffrey Sachs dalam bukunya The End of Poverty mengungkapkan beberapa alasan seperti ketiadaan inovasi, kegagalan pemerintah, dan jebakan kemiskinan. Yang paling menarik untuk saya bahas adalah jebakan kemiskinan atau poverty trap.

Orang miskin karena dia miskin. Poverty trap menyatakan bahwa seseorang yang miskin tidak akan pernah keluar dari kondisi miskinnya jika tidak ada bantuan dari orang lain. Seorang yang miskin biasanya tidak memiliki modal, tidak memiliki keterampilan yang cukup apalagi pendidikan yang tinggi. Orang miskin secara singkat dapat dikatakan tidak berdaya untuk keluar dari kondisi itu walaupun ia sangat ingin. Yang dibutuhkan adalah seseorang yang memiliki kelebihan modal dan keterampilan untuk membantu orang miskin ini keluar dari kemiskinannya. Jeffrey Sachs membahas dalam tingkat global dengan istilah negara maju dan negara miskin, di mana negara miskin tidak akan mungkin keluar dari kemiskinannya tanpa bantuan dari negara kaya. Tidak hanya beruapa bantuan modal finansial, tetapi juga pendampingan dalam proses keluar dari kemiskinan itu.

Menjadi sangat tidak objektif ketika kita menilai seseorang miskin tanpa tahu apa yang membuatnya miskin dan tanpa berpikir bagaimana untuk mengeluarkannya dari kondisi tersebut....

2 comments:

  1. Keren Yabs....
    Kalau boleh meminjam kata-kata Rianti (juri IMB) "i like it, i love it, good job" (harus dengan logat khas londo andalannya).ho.ho.ho... ^^

    Soal kemiskinan, SDM merupakan harga mati yang mesti ditingkatkan oleh setiap negara 'miskin'. Percuma jika punya SDA melimpah namun tidak sebanding dengan tingkat SDMx (ya contohnya Indonesia ini/meski anggota G20 tp ya tetap sj masyarakatnya banyak yg miskin).

    Contoh terbaik dari peningkatan SDM adalah Singapore, SDM tinggi, inovasi beragam, berani membuka diri bagi inverstor asing. Alhasil semakin banyak pundi-pundi keuangan negaranya. (This is just my opinion, hehe...)

    -Ferdi-

    ReplyDelete
  2. ia kak setuju..
    karena untuk SDA, Indonesia sudah punya dan melimpah..

    kalo untuk NTT secara khusus memang SDM masih sangat rendah kalo dilihat dari tingkat pendidikan formalnya.
    Yang berpendidikan di atas SMA/SMK saja kurang dari 5%, yang tidak sekolah atau sekolah tapi tidak tamat SD bahkan sekitar 30%..
    ini data tahun 2008 yang saya yakin belum banyak berubah.
    poor NTT...

    ReplyDelete