Mar 6, 2012

Kritikan kadang Tidak Perlu

Mengkritisi saja kadang tidak cukup. Pernyataan ini akrab di telinga saya dibandingkan pernyataan mengkritisi saja kadang tidak perlu. Ya, mengkritisi saja memang kadang tidak cukup bahkan kadang tidak diperlukan.

Baru saja seorang kakak saya menunjukkan salah satu komentar di Facebook yang menimbulkan perasaan miris saat saya baca. Status yang dikomentari adalah status dari salah satu paman saya, demikian: “Mengapa byk org yg ribut soal tambang? Padahal dijari manisnya ada cincin emas? Dileherx ada rantai emas? Bahkan pake hp mahal, mobil mahal?”. Komentar pertama sekligus yang membuat saya miris adalah: “Kasian betul, sarjana koq goblokx minta ampun, masa tdk mengerti sdikitpun substansi dr kenapa tambang dipersoalkan? Di kepalax pasti hanya daging beku smua, tdk ada sama skali bagian otak yg encer sdikit, ckckck…”. Untungnya pada komentar selanjutnya si pemberi komentar sempat menyampaikan permintaan maaf, walaupun perdebatan terus berlanjut.

Andai saja si pemberi komentar meluangkan waktu sedikit lebih banyak untuk berpikir sebelum berkomentar, komentar miris itu mungkin tak akan muncul. Permintaan maaf dalam komentar selanjutnya menunjukkan adanya rasa penyesalan yang selalu terlambat itu. Permintaan maaf pun menunjukkan bahwa si pemberi komentar menyadari kesalahannya. Komentar seperti itu bagi banyak orang, termasuk saya, tidak mudah untuk dilupakan dan jelas bahwa permintaan maaf tidak akan serta merta menghapus rasa sakit hati yang muncul saat diberikan penghinaan seperti itu.

Sebagai masyarakat Sumba Tengah, pun tampak jelas dari perdebatan mereka selanjutnya bahwa Sumba Tengah yang lebih baik adalah cita-cita mereka, pun saya. Namun cita-cita itu tidak akan dicapai hanya melalui kerja keras kepala daerah saja, atau para PNS saja, atau para petani saja, atau para pengkritisi saja. Perpaduan yang selaras antara semua pihak yang memiliki cita-cita yang sama adalah satu-satunya kunci untuk menggapai cita-cita bersama tersebut. Namun perpaduan yang selaras tak akan tercipta apabila ada benang kusut antara komponen-komponen tersebut belum diperbaiki. Tidak ada salahnya saling mempertanyakan kinerja pihak yang satu terhadap yang lain. Justru ‘mempertanyakan’ itulah yang diharapkan dapat berujung pada perpaduan yang selaras. Artinya bahwa ketika kita bertanya (dengan tepat) lalu dijawab (dengan tepat) maka akan ada saling tahu, saling mengerti, dan saling membantu. Namun ketika ‘mempertanyakan’ sudah tidak lagi dimotivasi oleh cita-cita perpaduan yang selaras maka saling ‘mempertanyakan’ akan berubah menjadi saling ‘menjatuhkan’. Benang yang kusutpun akan semakin kusut, dan perpaduan yang selaras akan terus menjadi cita-cita yang tak tergapai. Daripada saling menjatuhkan, bukankah lebih baik saling memperbaiki? Berdebat untuk menang walaupun salah adalah tujuan berdebat dalam suatu kompetisi debat. Berdebat untuk memenangkan yang benar adalah tujuan dari perdebatan untuk membangun Sumba Tengah. Mengkritisi kinerja pemerintah daerah belum maksimal tidak salah, namun akan lebih baik apabila kritikan itu disertai dengan data/fakta yang kuat, disampaikan dengan cara yang benar, dan lagi-lagi dimotivasi oleh cita-cita bersama untuk kemajuan Sumba Tengah. Sebagai tambahan, akan lebih bermanfaat apabila ada saran riil bagi perbaikan kinerja pemerintah daerah yang dikritisi tersebut. Daripada mendengar makian yang diteriakkan oleh orang-orang tak dikenal, bukankah kita lebih suka mendengarkan kritikan dan saran dari teman yang jelas-jelas mengasihi kita? Begitupun pemerintah daerah menurut saya.

Pelajaran dari kasus ini untuk saya adalah berhati-hatilah saat ingin memberikan kritikan, tidak perlu mengkritik apabila motivasi untuk mengkritik adalah menjatuhkan. Kritikan menjatuhkan tidak akan berujung pada hal yang positif, justru sebaliknya.

Apalagi dalam kasus pembangunan Sumba Tengah tercinta, kalau kita sibuk mengkritisi untuk menjatuhkan, kapan kita akan mulai mengkritisi untuk saling memperbaiki? Kapan benang-benang kusut itu akan mulai diluruskan jika kita sibuk membuatnya semakin kusut?

3 comments:

  1. menurut saya sii, mengkritik itu sangat perlu. yang jadi permasalahan kemudian adalah, banyak sekali orang yg tidak paham bagaimana mengkritik secara benar. maksudnya adalah, kritikan itu indah jika diimbangi dengan solusi "how to be more excellent" jadi ga sebatas omong kosong aja.
    so, ga cuma sebatas debat kusir doankl..
    tapi ceritamu seru loh..
    oiya, uda pernah denger monolognya butet kertaradjasa yg judulnya "matinya tukang kritik"?
    seru loh..

    ReplyDelete
    Replies
    1. pada dasarnya kita sependapat bahwa kiritikan itu perlu, hanya masalah bagaimana menyampaikannya. Tulisan sy ini menekankan masalah penyampaian itu. jadi ketika kita rasa belum bisa menyampaikan kritikan dengan baik maka sebaiknya kritikan itu jangan disampaikan, sebaliknya ketika kita merasa mampu menyampaikannya dengan baik maka sampaikanlah..

      thanks for reading ya.. :)

      monolognya belum pernah sy denger.. hehehe..

      Delete
  2. Secara tata penulisan jurnalistik, tulisannya Yabu sudah sangat baik. Kalimat per kalimat, paragraf per paragraf tersusun secara rapi sehingga pembaca tidak merasa bosan.

    Untuk penulisan karya tulis seperti ini, ditambah unsur humor tidak ada salahnya juga. Seperti Yabu yang seorang humoris, tidak kaku dan sangat fleksibel. Jadi tulisanmu akan mencerminkan sifatmu juga.

    "berhati-hatilah saat ingin memberikan kritikan, tidak perlu mengkritik apabila motivasi untuk mengkritik adalah menjatuhkan." penggalan kalimat concluion ini sangat bta suka.

    -Nice work-

    ReplyDelete